Friday, August 10, 2012

(Catatan SasteraLapar) : Nasi Sudah Menjadi Bubur? Jadikan Saja Bubur Ayam!


 
Ada pepatah Melayu yang berkata Nasi sudah menjadi bubur, yang artinya sudah kepalang basah, tidak dapat diperbaiki lagi. Ibarat nasi, saat ditanak ternyata kebanyakan air, akhirnya menjadi bubur dan tidak bisa dikembalikan jadi nasi lagi. Misalnya saja kita melakukan suatu kesalahan fatal seperti menyakiti, mengecewakan atau merusak harkat diri seseorang. Kehilangan kehormatan karena sebab yang beragam, kehilangan jatidiri atau drop karena mengalami suatu kejadian, seperti dikritik, dicaci, dimaki dan dihina hingga kadang kita sendiri depresi.
Atau ada lagi seperti contoh,

Z seorang pengusaha kaya, dia bergerak dibidang bisnis properti. Namun suatu saat dia mempercayakan proyek pembangunan apartemen Y kepada orang yang salah. Orang kepercayaan Y melakukan kesalahan kecil, yang berakibat perusahaan Z mengalami kerugian besar dan nyaris mengalami kehancuran. Z, sangatlah frustasi karena dia benar-benar sepenuhnya meyakini yang bersangkutan. Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur.


Barangkali istilah inilah yang paling sering berkeliaran dalam pikiran kita. Kita kadang cuma berpikir, “jikalau, andai saja, umpamanya, seandainya, misalnya, andai kata” dan seterusnya sebagai akibat yang kita terima. Kata orang Jawa, pasrah bongko’an alias pasrah benar-benar atas semua kejadian yang telah menimpa. Apa itu berupa dimusuhi, kehilangan harta benda, kehilangan orang yang dicintai dan lain sebagainya. Atau ibarat naik kereta api, anda sudah beli tiket, namun terlambat datang sehingga ketinggalan kereta, dan anda pasti menyesali setengah mati. Iya kan?
Namun apalah daya, semuanya sudah terjadi. Menyesalinyapun tidak ada gunanya lagi, karena memang waktu tidak bisa diputar kembali ke belakang. Kita tidak mungkin lagi membalikkan langkah ke belakang (kecuali jika anda punya mesin waktu yang mana hal itu masih suatu hil yang mustahal). Cap sudah tertera, hati sudah terlanjur terluka, kesalahan sudahlah terpampang. Mau apa lagi?
Yang telah lewat tak akan pernah kembali, maka intinya tidak perlulah disesali…hanya membuang waktu, energi dan kesempatan. Karena siapa tahu dibalik semua itu ada hikmah yang bisa dipetik. Saya tertarik pada pernyataan Dr. Paul Brandon kala dia menumpahkan kaleng susu ke tanah sambil berseru “Janganlah anda menangisi susu yang tumpah”. Makna yang terkandung didalamnya adalah yang sudah ya sudah…jangan pernah diingat lagi.
Semua kejadian buruk yang menimpa anda tidak perlulah dipikirkan lagi. Positive thinking aja gitu loch!!! Saya sendiri berusaha untuk menerapkan pemikiran seperti itu manakala menghadapi suatu permasalahan yang buruk, saya berusaha berpikir, “ah, barangkali itu tanda perhatian”, “barangkali ini ujian dari-Nya”, “Oh, masih ada kereta yang lewat kok”, “barangkali akan ada sesuatu yang besar dibalik semuanya”. Sulit…memang sangat sulit, bahkan saya sendiri masih perlu belajar. Belajar untuk berpikiran seperti itu dalam hidup.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Jangan ditangisi atau disesali bubur yang ada di depan mata, karena bubur juga makanan, tetap bisa dimakan. Meskipun tidak senikmat nasi. Dan saya juga teringat Surat Al-Hadid ayat 23 yang bunyinya begini :

{(Kami jelaskan yang demikian itu) agar kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu}

Selama masih bernafas, selama nyawa masih belum ada di kerongkongan, tidak perlulah kita menyesali semua yang sudah lewat. Karena semua itu bukan untuk ditangisi, bukan untuk disesali, namun untuk direnungkan demi masa depan yang lebih baik. Tinggal bagaimana kita memperbaiki kesalahan tersebut supaya tidak lagi terulang di kala mendatang. Bagi yang terlambat naik kereta jam itu, bisa sabar menunggu kereta berikutnya atau berjanji tidak akan terlambat lagi besok sehingga tidak tertinggal lagi. Dan yang pasti adalah….berserah diri kepada-Nya. Karena semua kejadian pastilah ada hikmah dibalik itu, diselubung yang buruk ada sebuah intan yang bersinar-sinar. Masa lalu harus dijadikan bahan koreksi diri untuk melangkah ke depan lebih indah lagi.
Jangan sedih dengan nasi yang jadi bubur, jadiin aja bubur ayam!!! Tinggal tambahkan suwiran daging ayam, daun bawang cincang, seledri cincang, potongan cakue (apalagi yang goreng garing), kacang goreng, kecap asin, sambal, kuah kuning dan krupuk udang plus emping…hmmm dengan aneka lauk lainnya, justru menjadi makin sedap sehingga mengundang orang untuk buru-buru memakannya. Jadi pepatah Melayu ini masihlah pas, namun ditambah saja….Nasi sudah menjadi bubur, maka jadikan saja bubur itu bubur ayam yang enak!!!!.


Rehat
Jangan bersedih. Sebab rasa sedih itu tidak akan pernah mengembalikan sesuatu yang hilang dan semua yang telah pergi. Tidak akan membangkitkan orang yang telah mati. Tidak mampu menolak takdir, serta tidak mendatangkan manfaat.
(dikutip dari La Tahzan, halaman 145)



Bambang Priantono 
5 April 2006
11 Agustus 2012
(ditulis pukul 3 dinihari pasca tahajud)

No comments:

Post a Comment