Friday, August 10, 2012

(Catatan SasteraLapar) : Rujak Soto Banyuwangi


Rujak, barangkali sudah biasa. Sotopun juga demikian….dimana anda pasti sering mencicipi atau menelannya bulet-bulet berikut piringnya hingga licin tandas, iya kan? Ngaku!! Tapi bagaimana kalau rujak dan soto dijadikan satu piring? Terbayang nggak? Sebagian besar atau bahkan hampir semuanya pasti beranggapan itu suatu hil yang mustahal (kata Asmuni). 

Namun bagi masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur..mengawinkan rujak dengan soto bukan hal yang mustahil, karena itulah makanan khas mereka yang membuat lidah serasa menari Gandrung Banyuwangi (baca : gyandrung byanyowangay). Makanan jenis ini memadukan antara Soto Babat dengan Rujak Cingur atau Rujak Petis. Sekitar Agustus 1998, saya berkesempatan pergi ke Banyuwangi untuk jalan-jalan plus meneliti seni budaya sana secara langsung, disinilah saya dikenalkan dengan yang namanya Rujak Soto.


Cara penyajiannya sangat unik, yaitu rujak cingur dipersiapkan dulu untuk kemudian disiramkan soto (biasanya Babat) dan kemudian tinggal pilih…disajikan dengan nasi atau lontong, dan minumnya paling uinuk dengan es temulawak.

Rasanya jangan ditanya….antara pedas-pedas petis, kemerecak sayuran dari rujak, kadang diselingi lembutnya cingur dan liatnya babat serta kuah soto yang kekuning-kuningan dimana setelah bercampur dengan rujak warnanya menjadi kecoklatan. Sensasinya juga luar biasa, meski pada awalnya saya sempat mual-mual, namun setelah minum es temulawak, rasanya sudah mendingan, mranyas. Bahkan sebenarnya kepengin lagi untuk mencicipi makanan nyeleneh tersebut.

Intinya, jika ke Banyuwangi lagi…saya ingin makan rujak soto sekali lagi sebagaimana ingin melihat pertunjukan Gandrungnya..
Jangan pernah bilang ke Banyuwangi kalau belum makan rujak soto dan kue bagiak-nya.


Bambang Priantono
28 Maret 2006
11 Agustus 2012
(Maaf, tanpa gambar)

No comments:

Post a Comment