Ada pepatah Melayu yang berkata Nasi sudah menjadi bubur,
yang artinya sudah kepalang basah, tidak dapat diperbaiki lagi. Ibarat
nasi, saat ditanak ternyata kebanyakan air, akhirnya menjadi bubur dan
tidak bisa dikembalikan jadi nasi lagi. Misalnya saja kita melakukan
suatu kesalahan fatal seperti menyakiti, mengecewakan atau merusak
harkat diri seseorang. Kehilangan kehormatan karena sebab yang beragam,
kehilangan jatidiri atau drop karena mengalami suatu kejadian, seperti
dikritik, dicaci, dimaki dan dihina hingga kadang kita sendiri depresi.
Atau ada lagi seperti contoh,
Z
seorang pengusaha kaya, dia bergerak dibidang bisnis properti. Namun
suatu saat dia mempercayakan proyek pembangunan apartemen Y kepada orang
yang salah. Orang kepercayaan Y melakukan kesalahan kecil, yang
berakibat perusahaan Z mengalami kerugian besar dan nyaris mengalami
kehancuran. Z, sangatlah frustasi karena dia benar-benar sepenuhnya
meyakini yang bersangkutan. Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur.
Barangkali
istilah inilah yang paling sering berkeliaran dalam pikiran kita. Kita
kadang cuma berpikir, “jikalau, andai saja, umpamanya, seandainya,
misalnya, andai kata” dan seterusnya sebagai akibat yang kita terima.
Kata orang Jawa, pasrah bongko’an alias pasrah benar-benar atas
semua kejadian yang telah menimpa. Apa itu berupa dimusuhi, kehilangan
harta benda, kehilangan orang yang dicintai dan lain sebagainya. Atau
ibarat naik kereta api, anda sudah beli tiket, namun terlambat datang
sehingga ketinggalan kereta, dan anda pasti menyesali setengah mati. Iya
kan?
Namun
apalah daya, semuanya sudah terjadi. Menyesalinyapun tidak ada gunanya
lagi, karena memang waktu tidak bisa diputar kembali ke belakang. Kita
tidak mungkin lagi membalikkan langkah ke belakang (kecuali jika anda
punya mesin waktu yang mana hal itu masih suatu hil yang mustahal). Cap sudah tertera, hati sudah terlanjur terluka, kesalahan sudahlah terpampang. Mau apa lagi?
Yang
telah lewat tak akan pernah kembali, maka intinya tidak perlulah
disesali…hanya membuang waktu, energi dan kesempatan. Karena siapa tahu
dibalik semua itu ada hikmah yang bisa dipetik. Saya tertarik pada
pernyataan Dr. Paul Brandon kala dia menumpahkan kaleng susu ke tanah
sambil berseru “Janganlah anda menangisi susu yang tumpah”. Makna yang terkandung didalamnya adalah yang sudah ya sudah…jangan pernah diingat lagi.
Semua kejadian buruk yang menimpa anda tidak perlulah dipikirkan lagi. Positive thinking
aja gitu loch!!! Saya sendiri berusaha untuk menerapkan pemikiran
seperti itu manakala menghadapi suatu permasalahan yang buruk, saya
berusaha berpikir, “ah, barangkali itu tanda perhatian”, “barangkali ini
ujian dari-Nya”, “Oh, masih ada kereta yang lewat kok”, “barangkali
akan ada sesuatu yang besar dibalik semuanya”. Sulit…memang sangat
sulit, bahkan saya sendiri masih perlu belajar. Belajar untuk berpikiran
seperti itu dalam hidup.
Ibarat
nasi sudah menjadi bubur. Jangan ditangisi atau disesali bubur yang ada
di depan mata, karena bubur juga makanan, tetap bisa dimakan. Meskipun
tidak senikmat nasi. Dan saya juga teringat Surat Al-Hadid ayat 23 yang
bunyinya begini :
{(Kami jelaskan yang demikian itu) agar kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu}
Selama
masih bernafas, selama nyawa masih belum ada di kerongkongan, tidak
perlulah kita menyesali semua yang sudah lewat. Karena semua itu bukan
untuk ditangisi, bukan untuk disesali, namun untuk direnungkan demi masa
depan yang lebih baik. Tinggal bagaimana kita memperbaiki kesalahan
tersebut supaya tidak lagi terulang di kala mendatang. Bagi yang
terlambat naik kereta jam itu, bisa sabar menunggu kereta berikutnya
atau berjanji tidak akan terlambat lagi besok sehingga tidak tertinggal
lagi. Dan yang pasti adalah….berserah diri kepada-Nya. Karena semua
kejadian pastilah ada hikmah dibalik itu, diselubung yang buruk ada
sebuah intan yang bersinar-sinar. Masa lalu harus dijadikan bahan
koreksi diri untuk melangkah ke depan lebih indah lagi.
Jangan
sedih dengan nasi yang jadi bubur, jadiin aja bubur ayam!!! Tinggal
tambahkan suwiran daging ayam, daun bawang cincang, seledri cincang,
potongan cakue (apalagi yang goreng garing), kacang goreng, kecap asin,
sambal, kuah kuning dan krupuk udang plus emping…hmmm dengan aneka lauk
lainnya, justru menjadi makin sedap sehingga mengundang orang untuk
buru-buru memakannya. Jadi pepatah Melayu ini masihlah pas, namun
ditambah saja….Nasi sudah menjadi bubur, maka jadikan saja bubur itu bubur ayam yang enak!!!!.
Rehat
Jangan
bersedih. Sebab rasa sedih itu tidak akan pernah mengembalikan sesuatu
yang hilang dan semua yang telah pergi. Tidak akan membangkitkan orang
yang telah mati. Tidak mampu menolak takdir, serta tidak mendatangkan
manfaat.
(dikutip dari La Tahzan, halaman 145)
Bambang Priantono
5 April 2006
11 Agustus 2012
(ditulis pukul 3 dinihari pasca tahajud)
(ditulis pukul 3 dinihari pasca tahajud)
No comments:
Post a Comment