Sederhana namun kaya
Kaya namun sederhana
Mungkin layaklah jika hal itu nyata dalam sepiring atau
sepincuk nasi pecel. Makanan rakyat yang sarat serat dan gizi (khasiat), yang
menjadi sarapan pagi banyak kalangan, disuka dari yang gepeng (gelandangan pengemis)-jika ada kepeng- sampai kalangan
berdasi yang mengkilap beraroma parfum dari Paris bebas bau keti. (hehehe). Dijualnyapun dari pinggir embong (Jw Timuran : jalan) hingga resto gedong yang harganya bisa (boleh) selangit.
Ibarat bangunan, kelompok sayuran rebus adalah batu landasan
utama bagi terbentuknya sepiring pecel yang enak, memilih jenisnyapun manasuka
kita sendiri, apa mau pakai kecambah atawa togel…eh..salah…toge, weetje!!!! Atau tergantung
wilayahnya…semisal pecel di kawasan Kebumen hingga Banyumas suka menambahkan
bunga honje merah muda yang segar
untuk tambahan pecelnya, dan diselipkan di antara pikulan para penjual pecel di
KA-KA kelas ekonomi. Sedangkan untuk pecel ala Blitar, mereka suka menambahkan
bunga turi putih yang direbus demi meramaikan kancah perpecelan, rasa bunganya
renyah-renyah manis. Sedangkan untuk kawasan lain, khususnya yang khas Kediri ditambahkan sambal
tumpang yang bahan dasarnya dari tempe bosok (tempe
yang dibusukkan). Wah, intinya inilah bentuk ke-serbaboleh-an dalam wujud sayur pecel. Ke-serbabolehan yang
bergizi, tidak merusak.
Bangunan itu masih direkatkan lagi dengan bumbu pecel yang
terbuat dari kacang sangrai, cabe merah, cabe rawit, bawang putih, garam, gula
merah dkk. Rasanyapun bisa memilih, mau rasa tak pedas, rasa sedang, rasa pedas
atau ra…sa mbayar!!! (Jw : Tidak usah
membayar). Disini, bumbu pecel yang sudah dicairkan dengan air matang ini
menjelma sebagai pengikat semua sayuran pecel yang semula berbeda-beda. Pendek
kata, didalam sepiring pecel sebelum bermuara ke dalam lambung kita ada
sebentuk bhinneka tunggal ika. Iya,
biar berbeda jenisnya, namun dipersatukan oleh hanya sesendok dua sendok bumbu
pecel yang enak….
Keragaman dalam pecel ini masih ditambah lagi dengan aneka
lauk. Pilih mana? Tempe
goreng, telor matasapi, telor asin, bacem atau dimakan dengan polosan tanpa
lauk? Boleh-boleh saja kok, senyampang tidak melenceng dari jatidiri pecel.
Masih ditemani lagi dengan rempeyek kacang, lalapan khas pecel seperti biji lamtoro (petai cina) bukan biji besi,
kemangi plus irisan ketimun segar…hmmm…..uenak
puol!!! Pecel Madiun terkenal sangat lezat, pecel Blitar terkenal manis,
dan dari Kediri
menyumbang sambal Tumpang. Pendek kata biarpun berbeda penyajian, namun namanya
tetap sama….Pecel yang lezat untuk sarapan!!!
Sepiring atau sepincuk pecel, terlihat seperti dunia kecil,
dimana keragaman sayuran, lauk dan pendampingnya yang semula berbeda-beda,
disatukan oleh bumbu kacang (yang suka dijauhi oleh para pemuja diet karena
dianggap menggemukkan) dan rasanya makin menggoda lidah para penggemar pecel
sendiri. Paduan-paduan yang memiliki unsur gizi berbeda tersebut menyatu dalam
harmoni, seperti halnya pada gado-gado maupun
rujak, membantu tubuh si pemakannya
untuk melaksanakan kewajibannya di muka bumi.
Mengapa pecel sangat ideal dimakan saat pagi hari jika
dibanding gado-gado maupun rujak? Karena kandungan gizinya yang luar biasa
hasil dari gabungan berbagai unsur, sinergi yang seimbang dari protein, zat besi,
karbohidrat, vitamin dst (asal cara masaknya benar) dan berjodoh dengan nasi,
mampu membuat kita makin berenergi, segar dan seolah mempunyai ruh baru untuk
bergiat, melaksanakan amanat-Nya dimuka bumi.
Dari kesederhanaan, terlahirlah kekayaan. Namun dibalik
kekayaan, tersiratlah kesederhanaan. Memang pecel terbuat dari bahan yang
murah, mudah didapat dan bagi sebagian orang nampaknya dianggap remeh, namun
jangan salah…dibalik kesederhanaan bentuk itu, jika digabungkan tidak kalah
nilainya, bahkan jauh lebih tinggi nilainya daripada sepotong hamburger. Sederhana namun kaya, kaya namun sederhana. Biar sederhana namun
jika dipoles bisa terkesan mewah dengan harga relatif terjangkau…iya kan? Dari makanan jenis
ini kita semua bisa belajar mencari tahu makna dari sederhana namun kaya ini, sementara saya sendiri juga masih
berusaha menemukan maknanya pula, jadi torang
so pasti nyanda sandiri (Melayu Manado :kita tentunya tidak sendiri).
Sepiring pecel….segar, enak, bergizi dan mengenyangkan.
Tuhan juga sebenarnya sudah sejak dahulu menyiapkan sepiring pecel (atau berpiring-piring)
bagi umat-Nya, yakni…perintah dan larangan-Nya, yang sudah siap saji dan
tinggal kita makan dalam wujud kitab suci. Tergantung kita juga, mau makan
sekarang….atau tidak. Karena nasi pecel dari
Allah tidak akan pernah busuk, tidak perlu diganti tiap hari dan berlaku sepanjang
zaman serta selalu bergizi.
Sebagai penutup, ada lagu Belanda yang mengagung-agungkan
masakan Indonesia…
Geef me maar Nasi Goreng, met een gebaken ei, met sambal en kroepoek,
met een goed glaas bier eerdbei.
(Beri saya nasi goreng dengan telur
ceplok, pakai sambal dan krupuk serta segelas bir)
Kalau diganti bisa begini……
Geef me maar Nasi Petjel voor mijn onbijten, met sambal en
kroepoek, met een goed glaas thee eerdbei
(Beri saya nasi pecel untuk sarapan
saya, pakai sambal dan krupuk, serta segelas teh yang enak)
Hmm…nasi pecel, kesederhanaan yang kaya makna….
Bambang Priantono
(Kalau salah eja dalam Bahasa Belandanya mohon dimaafkan
plus ganti lirik yang maksa abis ini)27 Maret 2006
10 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment