Rujak,
barangkali sudah biasa. Sotopun juga demikian….dimana anda pasti sering
mencicipi atau menelannya bulet-bulet berikut piringnya hingga licin
tandas, iya kan?
Ngaku!! Tapi bagaimana kalau rujak dan soto dijadikan satu piring?
Terbayang nggak? Sebagian besar atau bahkan hampir semuanya pasti
beranggapan itu suatu hil yang mustahal (kata Asmuni).
Namun
bagi masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur..mengawinkan rujak dengan soto
bukan hal yang mustahil, karena itulah makanan khas mereka yang membuat
lidah serasa menari Gandrung Banyuwangi (baca : gyandrung byanyowangay).
Makanan jenis ini memadukan antara Soto Babat dengan Rujak Cingur atau
Rujak Petis. Sekitar Agustus 1998, saya berkesempatan pergi ke
Banyuwangi untuk jalan-jalan plus meneliti seni budaya sana secara langsung, disinilah saya dikenalkan dengan yang namanya Rujak Soto.
Cara
penyajiannya sangat unik, yaitu rujak cingur dipersiapkan dulu untuk
kemudian disiramkan soto (biasanya Babat) dan kemudian tinggal
pilih…disajikan dengan nasi atau lontong, dan minumnya paling uinuk
dengan es temulawak.
Rasanya
jangan ditanya….antara pedas-pedas petis, kemerecak sayuran dari rujak,
kadang diselingi lembutnya cingur dan liatnya babat serta kuah soto
yang kekuning-kuningan dimana setelah bercampur dengan rujak warnanya
menjadi kecoklatan. Sensasinya juga luar biasa, meski pada awalnya saya
sempat mual-mual, namun setelah minum es temulawak, rasanya sudah
mendingan, mranyas. Bahkan sebenarnya kepengin lagi untuk mencicipi makanan nyeleneh tersebut.
Intinya, jika ke Banyuwangi lagi…saya ingin makan rujak soto sekali lagi sebagaimana ingin melihat pertunjukan Gandrungnya..
Jangan pernah bilang ke Banyuwangi kalau belum makan rujak soto dan kue bagiak-nya.
Bambang Priantono
28 Maret 2006
11 Agustus 2012
(Maaf, tanpa gambar)
No comments:
Post a Comment